Al Insan: PERBAHASAN SHOLAT ISYRAQ

Khamis, 27 Jun 2019

PERBAHASAN SHOLAT ISYRAQ

Shalat sunnah yang boleh dilakukan oleh sebagian jama’ah shalat shubuh sebelum meninggalkan masjid, yakni shalat Isyraq atau juga disebut shalat Syuruq atau shalat Thulu’. Ia dinamakan demikian kerana shalat ini dikerjakan pada waktu masuknya waktu Isyraq atau telah Thulu’  waktu 10 atau 15minit sebelum terbitnya matahari.

Tentang derajat hadits tentang shalat Isyraq memang diperselisihkan oleh para ulama, sebagian memandang sebagai hadits dha’if sedangkan sebagian ulama lainnya menghasankan sehingga boleh dijadikan dalil kerana ada penguat melalui hadis yg lain.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ »

“Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah, kemudian dia duduk – dalam riwayat lain: dia menetap di mesjid untuk berzikir kepada Allah sampai matahari terbit, kemudian dia shalat dua rakaat, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala haji dan umrah, sempurna sempurna sempurna“[HR ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabir”no. 7741), dinyatakan baik isnadnya oleh al-Mundziri.]HR at-Tirmidzi (no. 586), dinyatakan hasan oleh at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaditsish shahihah” (no. 3403)Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 586, katanya: hasan gharib.

Dalam Sanad hadits ini melalui Abdullah bin Muawiyah Al Jumahi Al Bashri, Abdul Aziz bin Muslim, Abu Zhilal, Anas bin Malik.

Siapakah Abu Zhilal? Imam At Tirmidzi bertanya kepada Imam Al Bukhari, katanya: “Dia muqaribul hadits (haditsnya mendekati shahih), namanya Al Hilal.” (Sunan At Tirmidzi No. 586). Kebanyakkan ulama mendhaifkannya, Yahya bin Ma’in mengatakan: dhaif, An Nasa’i dan Al Azdi mengatakan: dhaif. Ibnu Hibban mengatakan: seorang syaikh yang lalai, tidak boleh dijadikan hujjah. Ya’qub bin Sufyan mengatakan layyinul hadits (haditsnya lemah) Abu Ahmad Al Hakim mengatakan: bukan termasuk orang yang kuat hafalannya. (Tahdzibut Tahdzib, 11/85)
Dari semua perawi yang ada, semuanya tsiqah kecuali Abu Zhilal yang didhaifkan umumnya para imam, kecuali Imam Bukhari yang menyebutnya muqaribul hadits. Inilah yang menyebabkan sanad hadits ini memiliki kecacatan. Walaubagaimanapun Imam At Tirmidzi tidak mendhaifkannya, dia menghasankannya, sebab hadits seperti ini ada dalam berbagai riwayat lain yang menjadi syawahid (saksi yang menguatkan)

riwayat yang dimaksud untuk dijadikan sebagai penguat hadits Imam At Tirmidzi di atas adalah dari

Dari Abu Umamah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

من صلى صلاة الغداة في جماعة ثم جلس يذكر الله حتى تطلع الشمس ثم قام فصلى ركعتين انقلب بأجر حجة وعمرة

“Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah lalu kemudian dia duduk untuk berdzikir kepada Allah hingga terbitnya matahari, kemudian dia bangun mengerjakan shalat dua rakaat, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana haji dan umrah.”
Dikeluarkan oleh:
–          Imam Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 7741, juga dalam Musnad Asy Syamiyyin No. 885.

–          Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 3542.

Hadits ini sanadnya kuat, dan dapat dijadikan sebagai syahid bagi hadits di atas. Imam Al Haitsami mengatakan: “Sanadnya Jayyid.” (Majma’ Az Zawaid, 10/104, No. 16938). Imam Al Mundziri juga mengatakan sanadnya jayyid. (At Targhib wat Tarhib No. 467). Syaikh Al Albany mengatakan: “Hasan Shahih.” (Shahih At Targhib wat Tarhib, No. 467)

Shalat dua rakaat ini diistilahkan oleh para ulama dengan shalat isyraq (terbitnya matahari), yang waktunya di awal waktu shalat dhuha

*APAKAH WAJIB DUDUK DITEMPAT SHALATNYA?*

Penjelasan Syaikh As Sinqithi menunjukkan dengan tegas bahwa beliau mempersyaratkan wajib duduk di tempat shalatnya dan tidak boleh bergerak atau berdiri sedikit pun. Beliau berdalil dengan tambahan riwayat: “…duduk di tempat shalatnya..” tetapi sebenarnya ulama berselisih pendapat dalam memahami lafadz: “…duduk di tempat shalatnya…”

Al Hafidz Ibn Rajab Al Hambali mengatakan, “Ada perbezaan dalam memahami lafadz ‘..tempat shalatnya..’. Apakah maksudnya itu tempat yang digunakan untuk shalat ataukah masjid yang digunakan untuk shalat?” kemudian Ibn Rajab membawakan hadis riwayat Muslim yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bangkit dari tempat shalat subuh sampai terbit matahari.

Setelah membawakan dalil ini, Ibn Rajab memberi komen, “…dan diketahui bersama bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah duduk di tempat yang beliau gunakan untuk shalat. Kerana setelah shalat (wajib), beliau berpaling dan menghadapkan wajahnya kepada para sahabat radhiallahu’anhum. (Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari, Ibn Rajab 5:28).

Mula Ali Al Qori mengatakan, “…kemudian duduk berdzikir… maksudnya adalah terus-menerus di tempatnya dan masjid (yang dia gunakan untuk shalat jamaah subuh). Hal ini tidaklah (menunjukkan) terlarangnya berdiri untuk melakukan thawaf, belajar, atau mengikuti majlis pengajian, selama masih di dalam masjid. sambil terus berdzikir sampai terbit matahari, kemudian shalat dua rakaat, dia masih (mendapatkan fadhilah sebagaimana) dalam hadis ini.” (Mirqatul Mafatih, 4:57).


Keutamaan dalam hadits ini adalah bagi orang yang berzikir kepada Allah di masjid tempat dia shalat sampai matahari terbit, dan tidak bercakap atau melakukan hal-hal yang tidak termasuk zikir, kecuali kalau wudhunya batal, maka dia boleh keluar masjid untuk berwudhu dan segera kembali ke masjid

Tiada ulasan: